Rupiah
tertekan di awal 2013 ini. Nilai tukar rupiah sudah melemah cukup besar di 2012
lalu, yang dalam persentasenya mencapai sekira enam persen. Kendati demikian,
pada saat bersamaan, akhir tahun lalu cadangan devisa kita justru bertambah
sekira USD2 miliar, sehingga menjadi USD112 miliar. Keadaan itu menggambarkan
suatu anomali, selain anomali pergerakan kurs yang melemah pada saat penguatan
ekonomi yang secara nyata sungguh-sungguh terjadi. Pergerakan nilai tukar
rupiah mendekati batas psikologisnya beberapa waktu lalu, di mana kurs yang
terjadi di pasar sudah mendekati Rp10 ribu per dolar Amerika Serikat (AS). Ini
jelas suatu batas yang sangat riskan untuk dilampaui, karena pengalaman pahit
di masa yang lalu yang membuat harga diri kita jatuh di mata internasional.
Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) mencoba untuk melakukan berbagai upaya
agar nilai tukar rupiah tidak menjadi sedemikian terpuruk. Satu hal penting
yang perlu dilakukan oleh Bank Indonesia adalah suatu pernyataan sikap bahwa BI
tidak menghendaki pelemahan yang sedemikian, dan senantiasa bersikap aktif
untuk menjaga agar nilai tukar tetap terjaga. Sikap ini semula tidak terbaca
oleh pasar karena dalam salah satu kebijakannya untuk mengatasi defisit
transaksi berjalan, Bank Indonesia pernahmenyatakan pelemahan rupiah diperlukan
untuk mengurangi defisit tersebut. Seperti pernah saya tulis di kolom ini,
upaya meningkatkan ekspor dengan cara melemahkan rupiah adalah suatu hal yang
sia-sia. Berbagai produk komoditas kita harganya ditentukan di pasar dunia.
Indonesia hanyalah sebagai price
taker. Jadi kalau kita lemahkan,
mekanisme suplai dan permintaan akan terganggu karena produsen kita akan terus
meningkatkan jumlah produksinya. Akibatnya harga dalam dolar
pun
akan terus merosot. Sementara itu, ekspor barang industri kita sebagian besar
juga menggunakan bahan baku impor. Ini berarti pelemahan nilai rupiah juga
hanya sedikit sekali dampaknya terhadap ekspor jenis ini. Sementara itu, dampak
yang pasti akan terjadi, dengan banyaknya bahan baku industri yang diimpor,
maka akan terbangun imported inflation yang justru seharusnya dihindari oleh
BI. Dari sisi lain, pelemahan nilai tukar yang terus-menerus akan menyebabkan
munculnya insentif untuk menanamkan investasi kita dalam dolar. Ini berarti
para eksportir enggan menukarkan dolarnya segera,sementara banyak permintaan
muncul untuk pembelian dolar di mana uang dolar tersebut akan diinvestasikan di
luar negeri. Jika rupiah menguat, mereka yang semula menanamkan uangnya dalam
dolar akan tertarik untuk menukarkannya dalam rupiah, sebab investasi dalam
dolar hasilnya sangat kecil sementara investasi dalam rupiah hasilnya masih
lumayan tinggi. Dengan ditambah penguatan rupiah, keuntungan dari nilai tukar
akan menambah hasil investasi dalam rupiah tersebut. Itulah sebabnya dalam
keadaan rupiah menguat, akan semakin banyak investasi yang masuk ke Indonesia,
baik dari para investor luar negeri maupun dari uang yang disimpan di luar
negeri, tetapi dimiliki oleh para penduduk Indonesia. Dengan melihat keadaan
seperti itu, penguatan nilai rupiah justru akan mengarah kepada masuknya dolar
yang lebih besar, sehingga bukan tidak mungkin defisit transaksi berjalan akan
tertutupi oleh surplus neraca modal. Dengan melihat latar belakang itu, sangat strategis
bagi BI untuk menggiring kembali mata uang rupiah untuk terus menguat. Dan, itulah
yang memang dilakukan oleh Bank Indonesia baru-baru ini.
BI
melakukan kerja sama dengan Kementerian BUMN untuk mengimbau BUMN tidak membeli
dolar dari pasar, tetapi dari bank-bank (BUMN) yang di belakangnya didukung oleh
Bank Indonesia. Sebetulnya ini merupakan suatu trik lama yang pernah dilakukan
oleh BI pada 2005 lalu, tetapi ternyata masih lumayan berhasil. Bagaimanapun,
terdapat suatu ketidakseimbangan struktural antara penerimaan devisa minyak dan
pembelian dolar untuk impor BBM. Penerimaan devisa langsung diterima oleh Bank
Indonesia, sementara impornya banyak dilakukan melalui pembelian dolar di pasar
uang. Dengan melakukan pengaturan tadi, keseimbangan di pasar dolar migas
menjadi lebih terjamin. Bank Indonesia juga cukup aktif memasok dolar ke pasar
uang, sehingga akhirnya
pelemahan
dolar menjadi tertahan. Jika semula transaksi riil yang terjadi di pasar
mencapai hampir Rp10 ribu per dolarnya, minggu lalu transaksi jual-beli dolar
sudah berada di bawah Rp9.800. Jika terjadi suatu gerakan pelemahan rupiah,
serta-merta Bank Indonesia aktif memasok dolar untuk mengerem pergerakan
tersebut. Bagaimanapun, pasar valuta asing Indonesia dewasa ini sudah mulai
terbatas besarnya, sehingga pasokan dari BI sebesar USD100 juta-USD200 juta memiliki
arti yang besar bagi pasar.Apalagi jika hal tersebut dilakukan secara
berturutturut, suplai kumulatif di pasar menjadi lebih besar lagi. Suatu hal
yang sangat membantu adalah tingkah laku dari investor global sendiri. Mereka tampaknya
memiliki keyakinan Bank Indonesia tidak akan mungkin melepaskan nilai rupiah melampaui
Rp10 ribu per dolar. Akibatnya pada waktu nilai rupiah sudah mendekati angka psikologis
tersebut, mereka membanjiri pasar dengan pembelian saham dan obligasi sehingga
pada akhirnya bursa saham kita menjadi menguat. Pada saat yang sama, nilai
rupiah di pasar NDF (non deliverable
forward) justru menguat melampaui pasar
di dalam negeri. Pada saat dolar masih ditransaksikan Rp9.900 di dalam negeri,
NDF sudah bergerak menguat menjadi di bawah Rp9.900. Ini berarti mereka sudah berhitung
mengharapkan keuntungan ganda, yaitu dari saham dan obligasi yang sudah mereka
beli terlebih dahulu, sementara keuntungan kedua adalah dari penguatan nilai
tukar rupiah.Apa pun yang terjadi, yang penting fakta ini ikut memperkuat
gerakan rupiah yang sedang digalang oleh Bank Indonesia. Dewasa ini nilai tukar
rupiah sudah ditransaksikan di bawah Rp9.800. Merupakan suatu hal yang baik
jika Bank Indonesia terus menjaga nilai tukar tersebut dengan arah menguat, sehingga
pada akhirnya akan semakin banyak permintaan untuk menjual dolar daripada
membeli dolar. Jika ini terjadi, (mudah-mudahan) tidak lama lagi Bank Indonesia
dapat membeli dolar dari pasar kembali untuk memperkuat cadangan devisanya,
sehingga pergerakan penguatan rupiah pun tidaklah terlalu berlebihan. Kita mengapresiasi
apa yang selama ini telah berhasil dilakukan oleh Bank Indonesia. Saya yakin, keberhasilan
yang sama juga akan terjadi lagi di waktu-waktu mendatang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar