Minggu, 14 April 2013

Upaya Memperkuat Rupiah


Rupiah tertekan di awal 2013 ini. Nilai tukar rupiah sudah melemah cukup besar di 2012 lalu, yang dalam persentasenya mencapai sekira enam persen. Kendati demikian, pada saat bersamaan, akhir tahun lalu cadangan devisa kita justru bertambah sekira USD2 miliar, sehingga menjadi USD112 miliar. Keadaan itu menggambarkan suatu anomali, selain anomali pergerakan kurs yang melemah pada saat penguatan ekonomi yang secara nyata sungguh-sungguh terjadi. Pergerakan nilai tukar rupiah mendekati batas psikologisnya beberapa waktu lalu, di mana kurs yang terjadi di pasar sudah mendekati Rp10 ribu per dolar Amerika Serikat (AS). Ini jelas suatu batas yang sangat riskan untuk dilampaui, karena pengalaman pahit di masa yang lalu yang membuat harga diri kita jatuh di mata internasional. Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) mencoba untuk melakukan berbagai upaya agar nilai tukar rupiah tidak menjadi sedemikian terpuruk. Satu hal penting yang perlu dilakukan oleh Bank Indonesia adalah suatu pernyataan sikap bahwa BI tidak menghendaki pelemahan yang sedemikian, dan senantiasa bersikap aktif untuk menjaga agar nilai tukar tetap terjaga. Sikap ini semula tidak terbaca oleh pasar karena dalam salah satu kebijakannya untuk mengatasi defisit transaksi berjalan, Bank Indonesia pernahmenyatakan pelemahan rupiah diperlukan untuk mengurangi defisit tersebut. Seperti pernah saya tulis di kolom ini, upaya meningkatkan ekspor dengan cara melemahkan rupiah adalah suatu hal yang sia-sia. Berbagai produk komoditas kita harganya ditentukan di pasar dunia. Indonesia hanyalah sebagai price taker. Jadi kalau kita lemahkan, mekanisme suplai dan permintaan akan terganggu karena produsen kita akan terus meningkatkan jumlah produksinya. Akibatnya harga dalam dolar
pun akan terus merosot. Sementara itu, ekspor barang industri kita sebagian besar juga menggunakan bahan baku impor. Ini berarti pelemahan nilai rupiah juga hanya sedikit sekali dampaknya terhadap ekspor jenis ini. Sementara itu, dampak yang pasti akan terjadi, dengan banyaknya bahan baku industri yang diimpor, maka akan terbangun imported inflation yang justru seharusnya dihindari oleh BI. Dari sisi lain, pelemahan nilai tukar yang terus-menerus akan menyebabkan munculnya insentif untuk menanamkan investasi kita dalam dolar. Ini berarti para eksportir enggan menukarkan dolarnya segera,sementara banyak permintaan muncul untuk pembelian dolar di mana uang dolar tersebut akan diinvestasikan di luar negeri. Jika rupiah menguat, mereka yang semula menanamkan uangnya dalam dolar akan tertarik untuk menukarkannya dalam rupiah, sebab investasi dalam dolar hasilnya sangat kecil sementara investasi dalam rupiah hasilnya masih lumayan tinggi. Dengan ditambah penguatan rupiah, keuntungan dari nilai tukar akan menambah hasil investasi dalam rupiah tersebut. Itulah sebabnya dalam keadaan rupiah menguat, akan semakin banyak investasi yang masuk ke Indonesia, baik dari para investor luar negeri maupun dari uang yang disimpan di luar negeri, tetapi dimiliki oleh para penduduk Indonesia. Dengan melihat keadaan seperti itu, penguatan nilai rupiah justru akan mengarah kepada masuknya dolar yang lebih besar, sehingga bukan tidak mungkin defisit transaksi berjalan akan tertutupi oleh surplus neraca modal. Dengan melihat latar belakang itu, sangat strategis bagi BI untuk menggiring kembali mata uang rupiah untuk terus menguat. Dan, itulah yang memang dilakukan oleh Bank Indonesia baru-baru ini.
BI melakukan kerja sama dengan Kementerian BUMN untuk mengimbau BUMN tidak membeli dolar dari pasar, tetapi dari bank-bank (BUMN) yang di belakangnya didukung oleh Bank Indonesia. Sebetulnya ini merupakan suatu trik lama yang pernah dilakukan oleh BI pada 2005 lalu, tetapi ternyata masih lumayan berhasil. Bagaimanapun, terdapat suatu ketidakseimbangan struktural antara penerimaan devisa minyak dan pembelian dolar untuk impor BBM. Penerimaan devisa langsung diterima oleh Bank Indonesia, sementara impornya banyak dilakukan melalui pembelian dolar di pasar uang. Dengan melakukan pengaturan tadi, keseimbangan di pasar dolar migas menjadi lebih terjamin. Bank Indonesia juga cukup aktif memasok dolar ke pasar uang, sehingga akhirnya
pelemahan dolar menjadi tertahan. Jika semula transaksi riil yang terjadi di pasar mencapai hampir Rp10 ribu per dolarnya, minggu lalu transaksi jual-beli dolar sudah berada di bawah Rp9.800. Jika terjadi suatu gerakan pelemahan rupiah, serta-merta Bank Indonesia aktif memasok dolar untuk mengerem pergerakan tersebut. Bagaimanapun, pasar valuta asing Indonesia dewasa ini sudah mulai terbatas besarnya, sehingga pasokan dari BI sebesar USD100 juta-USD200 juta memiliki arti yang besar bagi pasar.Apalagi jika hal tersebut dilakukan secara berturutturut, suplai kumulatif di pasar menjadi lebih besar lagi. Suatu hal yang sangat membantu adalah tingkah laku dari investor global sendiri. Mereka tampaknya memiliki keyakinan Bank Indonesia tidak akan mungkin melepaskan nilai rupiah melampaui Rp10 ribu per dolar. Akibatnya pada waktu nilai rupiah sudah mendekati angka psikologis tersebut, mereka membanjiri pasar dengan pembelian saham dan obligasi sehingga pada akhirnya bursa saham kita menjadi menguat. Pada saat yang sama, nilai rupiah di pasar NDF (non deliverable forward) justru menguat melampaui pasar di dalam negeri. Pada saat dolar masih ditransaksikan Rp9.900 di dalam negeri, NDF sudah bergerak menguat menjadi di bawah Rp9.900. Ini berarti mereka sudah berhitung mengharapkan keuntungan ganda, yaitu dari saham dan obligasi yang sudah mereka beli terlebih dahulu, sementara keuntungan kedua adalah dari penguatan nilai tukar rupiah.Apa pun yang terjadi, yang penting fakta ini ikut memperkuat gerakan rupiah yang sedang digalang oleh Bank Indonesia. Dewasa ini nilai tukar rupiah sudah ditransaksikan di bawah Rp9.800. Merupakan suatu hal yang baik jika Bank Indonesia terus menjaga nilai tukar tersebut dengan arah menguat, sehingga pada akhirnya akan semakin banyak permintaan untuk menjual dolar daripada membeli dolar. Jika ini terjadi, (mudah-mudahan) tidak lama lagi Bank Indonesia dapat membeli dolar dari pasar kembali untuk memperkuat cadangan devisanya, sehingga pergerakan penguatan rupiah pun tidaklah terlalu berlebihan. Kita mengapresiasi apa yang selama ini telah berhasil dilakukan oleh Bank Indonesia. Saya yakin, keberhasilan yang sama juga akan terjadi lagi di waktu-waktu mendatang ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar